12 Desember 2013

MUNASABAH AL-QUR'AN


MUNASABAH AL-QUR’AN

A.   Pengertian munasabah
Munasabah berasal dari kata ناسبيناسبمناسبة yang berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat. Menurut bahasa Al- munasabah berarti Al-musyakilatun dan   Li muqarabarabatun keserasian  dan kedekatan[1]. Selanjutnya  Quraish shihab  menyatakan(menggaris bawahi As-syuthi) bahwa munasabah adalah  adanya keserupaan dan kedekatan  di antara  brbagai ayat, surah  dan kalimat yang mengakibatkan  adanya hubungan[2].Menurut istilah, ilmu munasabah / ilmu tanasubil ayati was suwari ini ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian Al-Qur’an yang mulia.
Secara  terminologi munasabah di rangkum dalam empat  pengertian berikut ini:
1.    Menurut Manna Khalil al-Qattan, munasabah adalah “sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (di dalam Al-Quran).”
2.    Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah adalah “ keterikatan ayat-ayat Al-Quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupaka ilmu yang agung.”
3.    Menurut Az-Zarkasih, munasabah adalah “suatu hal yang dapat dipahami.Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”
4.    Menurut Al-Biqa’i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Quran, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.”
Berdasarkan empat pengertian ini, dapat dirumuskan bahwa  munasabah adalah ilmu yang mengkaji tentang adanya keterkaitan dan keterikatan antara ayat atau surat di dalam al-Quran yang bisa dipahami dengan akal yang sehat, sehingga bisa memudahkan para pengkaji al-Quran untuk memahami setiap ayat-ayat al-Quran.
Di sisi lain  pengertian munasabah Munasabah adalah  yang menerangkan korelasi  atau hubungan antara suatu ayat dengan ayat yang lain, baik yang ada  baik yang ada  di belakangnya atau ayat yang ada di ayat di depannya. Makna tersebut dapat  di pahami, bahwa  apabila suatu ayat  atau surah sulit di tangkap maknanya secara utuh, maka  mennurut metode munasabah  ini mungkin dapat  di cari penjelasanya   di  ayat atau di surah  lain yang  mempunyai  kesamaan atau kemiripan.

B.   Macam-macam  Munasabah
Di tinjau  dari sifatnya, munasabah  terbagi dua  bagian, yaitu:
1.    Zhahir al-Irtibath(Persesuaian nyata)
Munasabah jenis ini di artikan sebagai” kolerasi  atau persesuaian antara bagian atau ayat al-qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas  dan kuat. Munasabah ini terjadi  karena bagian al-qur’an  yang satu  dengan yang lainya  tampak jelas  dan kuat di sebabkan  kuatnya  kaitan kalimat  yang satu dengan kalimat yang lain.Deretan beberapa ayat  yang menerangkan  sesuatu  materi  itu terkadang,ayat  yang satu berupa penguat ,penafsir, penyambung, penjelas,pengecualian atau pembatas dengan ayat yang lain,sehingga semua ayat itu tampak sebagai satu kesatuan yang utuh.

2.    Khafiy Al-irtibath(Persesuaian tidak nyata)
Jenis munasabah ini di artikan sebagai” kolerasi   antara bgian atau ayat Al-Qur’an yang tidak tampak secara jelas , seakan-akan masing-masing ayat atau surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu di’athafkan kepada yang lain, atau karena yang satu seakan-akan tampak bertentangan dengan yang lain.Munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian Al-Qur’an  ada bagian kesesuaian,sehingga  tidak tampak  adanya hubungan di antara ke duanya,bahkan tampak masing-masing  ayat atau surah yang berdiri sendiri,baik karna ayat- ayat  yang di hubungkan  dengan ayat lain maupun karena  yang satu bertentangan  dengan yang lain.
Adapun munasabah di tinjau  dari segi materinya terbaggi atas  dua bagian yaitu:
1.    Munasabah antar Ayat
Sebagaimana  telah di jelaskan  di muka bahwa  ayat al-Qur’an  di susun  berdasarkan tauqifiy Nabi.Adanya susunan  ayat demikian  mengandung  kedalaman  makna  dari uslub al-qur’an,misalanya , munasabah  anatara  ayat 2 dan 3 surah al-baqarah:
hanya kitab inilah  yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi  orang-orang bertaqwa; yakni orang-orang  yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang di milikinya. (QS.Al-baqarah: 2-3)
Berdasarkan dua ayat di atas, ayat yang pertama menjelaskan peranan Al-Qur’an  dan hakikatnya bagi orang bertaqwa, sedangkan ayat yang ke dua menjelaskan karakteristik dari orang-orang bertaqwa.
Kemudian dari pada itu, munasabah antar ayat Al-Qur’an ini bisa mengambil bentuk sebagai berikut:
a)   Tidak di hubungkan ayat yang satu kepada ayat lain. Misalnnya munasabah antara ayat  11 dan 10 dari surah Ali imran. Kendati tidak ada penghubung (‘athaf), namun dapat di ketahui keduanya sama-sama membicarakan orang-orang kafir yang telah melakukan keburukan.
b)  Di gabungkannya dua hal yang sama, seperti hubungan anatara ayat 5 dann 6 dari surah Al-anfal,keduaayattersebutsama-sama menerangkan tentang kebenaran.
c)   Di kompromikannya dua hal yang berkontadiksi. Misalnya ayat 95  dan 94 dari surah al-a’raf. Ayat  94 menerangkan  di timpahkannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, sedangkan ayat 95 menerangkan tentang kesusahan dan kesempitan  di ganti dengan kesenangan (kenikmatan).
2.      Munasabah antar surah
Sebagaimana halnya munasabah antar ayat al-qur’an, munasabah antar surah  al-Qur’an  memiliki rahasia tersendiri. Munasabah antar  surah ini mencakup:
a)     Hubungan antara permulaan surah  dan penutupan surah   dengan penutupan surah sebelumnya.
b)     Hubungan antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah  yang satu sama dengan materi surah  yang lain.
c)      Hubungan antara permulaan dan akhir surah
d)     Hubungan antara kata dan sistematika ayat
Pendapat lain mengatakan bahwa:
Pada garis besarnya munasabah itu menyangkut pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat dengan dan hubungan surat dengan surat.
Dua pokok hubungan itu di perincian sebagai berikut.
A.    Hubungan ayat dengan ayat meliputi :
a.       Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat.
b.      Hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat.
c.       Hubungan penutup ayat dengan kandungan ayatnya.
B.    Hubungan surat dengan surat meliputi:
a.       Hubungan awal uraian dengan akhir uraian surat.
b.      Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya.
c.       Hubungan surat dengan surat sebelumnya.
d.      Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.

C.   Pandangan ulama tentang munasabah Al-Qur’an
Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi kedalam dua golongan yang pertama: golongan yang tertarik dengan munasabah, dan yang kedua, Golongan yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu di kaji. Golongan pertama diwakili oleh Abu Bakar al-Nisabury, Fakhrudin al-Razi, Fakhrudin al-Razi seorang ulama yang sangat peduli terhadap munasabah, baik munasabah antar ayat atau antar surat.
Ia pernah memberikan apresiasi terhadap surat al-Baqarah dengan mengatakan bahwa “barangsiapa yang menghayati dan merenungkan bagian-bagian dari susunan dan keindahan urutan surat ini, maka pastiia akan mengetahui bahwa al-Quran itu merupakan mukjizat lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-maknanya. Jalaluddin al-Suyuthiy, ibn al-Arabiy , Izzuddin ibn Abdis Salam, dll.
Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam al-Quran diwakili oleh Ma’ruf Dualibi. Ia paling keras menentang menggunakan munasabah untuk menafsirkan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Quran. Ia mengatakan, ‘maka termasuk usaha yang tidak perlu dilakukan adalah mencari-cari hubungan di antara ayat-ayat dan surat-surat al-Quran.’ Karena menurutnya, “al-Quran dalam berbagai ayat yang ditampilkannya hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabd’a) dan norma umum (kaidah) saja. Dengan demikian tidaklah pada tempatnya bila orang bersikeras dan memaksakan diri mencari korelasi (tanasub) antara ayat-ayat dan surat-surat yang bersifat tafshil lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-maknanya.
Mahmud Syaltut seorang ulama kontemporer, kurang setuju dengan analisis munasabah dan menolak menjadikan munasabah sebagai bagian dari ilmu-ilmu  al-Quran. Ia tidak setuju dengan mufasir yang menggunakan munasabah untuk menafsirkan al-Quran.
Di sisi lain terdapat pendapat-pendapat tentang munasabah: tertib surah dan ayat:
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam al-qur’an adalah tauQifiy, artinya penetapan dari Rasul, Sementara tertib  surah dalam Al-Qur’an masih terjadi perbedaan pendapat.
Al-Qhurtubi meriwayatkan pernyataan Ibn Ath-Thibb bahwa tertib surat Al-Quran di perselisihkan, Dalam hal ini ada tiga golongan:
a.    Tertib surat berdasarkan ijtihad para sahabat. Pendapat ini diikuti oleh jumhur ulama seperti Imam Malik, Al-Qhadi Abu Bakr At-Thibb. Beberapa alasan mereka adalah :
1.    Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah dalam Al-Quran.
2.    Sahabat pernah mendengar Rasul membaca Al-Quran berbeda dengan susunan surah sekarang, hal ini di buktikan dengan munculnya empat buah mushaf dari kalangan sahabat yang berbeda susunannya antara yang satu dengan yang lainnya. Yaitu mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas.
3.    Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda ini menunjukkan bahwa susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Rasul.
4.    Alasan lain adalah riwayat Abu Muhammad Al-Quraysi bahwa Umar memerintahkan agar mengurutkan surat At-Tiwal. Akan tetapi, riwayat ini diberi catatan kaki oleh As-Sayuthi agar diteliti kembali.
b.    Susunan surat berdasarkan petunjuk Rasulullah Saw (taukifi).
Di antara ulama yang  yang berpendapat demikian adalah Al-Qadhi Abu Bakr Al-Anbari, Ibn Hajar, Al-Zarkasyi dan As-Sayuthi. Alasan yang dikemukakan sebagai berikut :
1.      Ijma’ sahabat terhadap mushaf Utsman. Ijma’ ini tak akan mungkin terjadi kecuali kalau tertib itu tauqifiy, seandainya bersifat ijtihadiy, niscaya pemilik mushaf lainnya akan berpegang teguh pada mushafnya.
2.    Hadist tentang hijzb Al-Quran yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Dawud dari Huzaifah As-Syaqafi.
c.     Tertib surat sebagian taukifi dan sebagian ijtihadiy. Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Baihaqi. Menurutnya: “seluruh surat susunannya berdasarkan tauqif  Rasul kecuali surat Baraah dan Al-Anfal.
 Al-Qhadi Abu Muhammad Ibn Athiyah termasuk golongan ini, Dan alasan Lainnya:
Ternyata tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi sebagiannya diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para sahabat. Adapun yang diberikan oleh Allah adalah misalnya surat Al-Baqarah, At-Taubah, Ali Imran dll. Nama surah yang diberikan oleh Nabi adalah yang Nabi sendiri menyebutkan surah tersebut, seperti surah Thaha dan Yasin. Oleh para sahabat seperti Al-Baro’ah, yaitu surat yang di awali dengan lafal basmalah.

D.  Urgensi mengetahui munasabah  dalam Al-Qur’an
Adapun urgensi mengetahui  munasabah Al-qur’an,menrut az-zarkasyi ilmu munasabah menjadikan kalam-kalam  saling menguatkan  anntara satu dengan  yang lainnya .
pengetahuan  tentang munasabah   dapat  memudahkan orang  dalam memahami makna  ayat  atau surah Al-qur’an  secara utuh.
Mengenai hubungan antara suatu ayat / surah dengan ayat / surah lain (sebelum  atau  sesudahnya ), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan. Ilmu al-Quran mengenai masalah ini.
Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.
Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut :
1.    Mengetahui persambungan hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.
2.    Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebalagahan  bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Qur’an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Karena itu Imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
3.    Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.

Sementara Abu Bakar ibn al-Arabi menerangkan bahwa kegunaan munasabah dapat ‘mengetahui sejauhmana  hubungan antara ayat-ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.
Rosihan Anwar menulis empat manpaat atau urgensi mengetahui ilmu  munasabah.
1.    Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema al-Quran kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian yang lainnya.
2.    Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al-Quran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3.    Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta penyesuaian ayat/surat yang satu dari yang lain.
4.    Dapat membantu menafsirkan ayat-ayat al-Quran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.

Sementara, Usman mencatat tiga kegunaan atau  urgensi mengetahui ilmu munasabah itu:
1.    Dari sisi balaghah, keterkaitan antara ayat dengan yat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Quran, dan bila dipenggal maka keserasian, kehalusan, dan keindahan kalimat ayng teruntai akan menjadi hilang.
2.    Munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat.
3.    Sebagai ilmu kritis, munasabah akan sangan membantu seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.


E.   Metode atau cara mengetahui  munasabah Al-Qur’an.
Pengetahuan tentang munasabah bersipat ijtihadi, artinya pengetahuan tentang itu ditentukan berdasarkan ijtihad para ulama. Nabi tidak menetapkan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu tidak ada kewajiban untuk mencari munasabah pada setiap ayat atau surah. Walaupun tidak ada keharusan untuk menemukan munasabah, namun ada empat langkah yang perlu diperhatikan bagi para peminat munasabah.

a.       Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
b.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
c.       Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut, apakah ada hubungannya atau tidak. Setelah kita memahami uraian-uraian ayat, maka kita mulai menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut sehingga sampai pada kesimpulan bahwa ayat atau surat ini mempunyai atau tidak mempunyai hubungan satu sama lain.
Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.


[1] M.Quraish shihab,wawasan al-Qur’an,(Bandung:mizan,cet IV 1996) HAL 319
[2]Ibid

1 komentar: