MUNASABAH
AL-QUR’AN
A. Pengertian
munasabah
Munasabah
berasal dari kata ناسبيناسبمناسبة yang berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat. Menurut bahasa
Al- munasabah berarti Al-musyakilatun dan Li
muqarabarabatun keserasian dan
kedekatan[1].
Selanjutnya Quraish shihab menyatakan(menggaris bawahi As-syuthi) bahwa
munasabah adalah adanya keserupaan dan
kedekatan di antara brbagai ayat, surah dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan[2].Menurut
istilah, ilmu munasabah / ilmu tanasubil ayati was suwari ini ialah ilmu untuk
mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian Al-Qur’an yang mulia.
Secara terminologi munasabah di rangkum dalam
empat pengertian berikut ini:
1. Menurut Manna Khalil al-Qattan, munasabah adalah “sisi keterikatan
antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa
ayat, atau antar surat (di dalam Al-Quran).”
2. Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah adalah “ keterikatan ayat-ayat Al-Quran
sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupaka ilmu yang agung.”
3. Menurut Az-Zarkasih, munasabah adalah “suatu hal yang dapat
dipahami.Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”
4. Menurut Al-Biqa’i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Quran,
baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.”
Berdasarkan
empat pengertian ini, dapat dirumuskan bahwa
munasabah adalah ilmu yang mengkaji tentang adanya keterkaitan dan
keterikatan antara ayat atau surat di dalam al-Quran yang bisa dipahami dengan
akal yang sehat, sehingga bisa memudahkan para pengkaji al-Quran untuk memahami
setiap ayat-ayat al-Quran.
Di sisi lain pengertian munasabah
Munasabah adalah yang menerangkan
korelasi atau hubungan antara suatu ayat
dengan ayat yang lain, baik yang ada
baik yang ada di belakangnya atau
ayat yang ada di ayat di depannya. Makna tersebut dapat di pahami, bahwa apabila suatu ayat atau surah sulit di tangkap maknanya secara
utuh, maka mennurut metode
munasabah ini mungkin dapat di cari penjelasanya di
ayat atau di surah lain yang mempunyai
kesamaan atau kemiripan.
B. Macam-macam Munasabah
Di
tinjau dari sifatnya, munasabah terbagi dua bagian, yaitu:
1. Zhahir al-Irtibath(Persesuaian nyata)
Munasabah jenis ini di artikan
sebagai” kolerasi atau persesuaian
antara bagian atau ayat al-qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat. Munasabah ini terjadi karena bagian al-qur’an yang satu
dengan yang lainya tampak
jelas dan kuat di sebabkan kuatnya
kaitan kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain.Deretan beberapa ayat
yang menerangkan sesuatu materi
itu terkadang,ayat yang satu
berupa penguat ,penafsir, penyambung, penjelas,pengecualian atau pembatas
dengan ayat yang lain,sehingga semua ayat itu tampak sebagai satu kesatuan yang
utuh.
2. Khafiy Al-irtibath(Persesuaian tidak nyata)
Jenis munasabah ini di artikan sebagai”
kolerasi antara bgian atau ayat
Al-Qur’an yang tidak tampak secara jelas , seakan-akan masing-masing ayat atau
surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu di’athafkan
kepada yang lain, atau karena yang satu seakan-akan tampak bertentangan dengan
yang lain.Munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian Al-Qur’an ada bagian kesesuaian,sehingga tidak tampak
adanya hubungan di antara ke duanya,bahkan tampak masing-masing ayat atau surah yang berdiri sendiri,baik
karna ayat- ayat yang di hubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
Adapun
munasabah di tinjau dari segi materinya
terbaggi atas dua bagian yaitu:
1. Munasabah antar Ayat
Sebagaimana telah di jelaskan di muka bahwa
ayat al-Qur’an di susun berdasarkan tauqifiy Nabi.Adanya susunan ayat demikian
mengandung kedalaman makna
dari uslub al-qur’an,misalanya , munasabah anatara
ayat 2 dan 3 surah al-baqarah:
hanya kitab inilah yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk
bagi orang-orang bertaqwa; yakni
orang-orang yang beriman kepada yang
ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang di milikinya. (QS.Al-baqarah:
2-3)
Berdasarkan dua ayat di
atas, ayat yang pertama menjelaskan peranan Al-Qur’an dan hakikatnya bagi orang bertaqwa, sedangkan
ayat yang ke dua menjelaskan karakteristik dari orang-orang bertaqwa.
Kemudian dari pada itu, munasabah antar ayat Al-Qur’an ini bisa mengambil bentuk sebagai berikut:
a) Tidak di hubungkan ayat yang satu kepada ayat lain. Misalnnya munasabah antara ayat 11 dan 10 dari surah Ali imran. Kendati tidak ada penghubung (‘athaf), namun dapat di ketahui keduanya sama-sama membicarakan orang-orang kafir yang telah melakukan keburukan.
b) Di gabungkannya dua hal yang sama, seperti hubungan anatara ayat 5 dann 6 dari surah Al-anfal,keduaayattersebutsama-sama menerangkan tentang kebenaran.
c) Di kompromikannya dua hal yang berkontadiksi. Misalnya ayat 95 dan 94 dari surah
al-a’raf. Ayat 94 menerangkan di timpahkannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, sedangkan ayat 95 menerangkan tentang kesusahan dan kesempitan di ganti dengan kesenangan (kenikmatan).
2. Munasabah antar surah
Sebagaimana halnya munasabah antar ayat al-qur’an, munasabah antar surah al-Qur’an memiliki rahasia tersendiri. Munasabah antar surah ini mencakup:
a) Hubungan antara permulaan surah dan penutupan
surah dengan penutupan surah sebelumnya.
b) Hubungan antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain.
c) Hubungan antara permulaan dan akhir surah
d) Hubungan antara kata
dan sistematika ayat
Pendapat lain mengatakan bahwa:
Pada garis besarnya munasabah itu menyangkut pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat dengan dan hubungan surat dengan surat.
Dua pokok hubungan itu di
perincian sebagai berikut.
A. Hubungan ayat dengan ayat meliputi :
a.
Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat.
b.
Hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat.
c.
Hubungan penutup ayat dengan kandungan ayatnya.
B. Hubungan surat dengan surat meliputi:
a. Hubungan awal uraian dengan akhir uraian surat.
b. Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya.
c. Hubungan surat dengan surat sebelumnya.
d. Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.
C. Pandangan ulama tentang munasabah Al-Qur’an
Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi kedalam dua golongan yang pertama: golongan yang tertarik dengan munasabah, dan yang kedua, Golongan yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu di kaji. Golongan pertama diwakili oleh Abu Bakar al-Nisabury, Fakhrudin al-Razi, Fakhrudin al-Razi seorang ulama yang sangat peduli terhadap munasabah, baik munasabah antar ayat atau antar surat.
Ia pernah memberikan apresiasi
terhadap surat al-Baqarah dengan mengatakan bahwa “barangsiapa yang menghayati dan
merenungkan bagian-bagian dari susunan dan keindahan urutan surat ini, maka pastiia
akan mengetahui bahwa al-Quran itu merupakan mukjizat lantaran kefasihan lafal-lafalnya
dan ketinggian mutu makna-maknanya. Jalaluddin al-Suyuthiy, ibn
al-Arabiy , Izzuddin ibn Abdis Salam, dll.
Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam
al-Quran diwakili oleh Ma’ruf Dualibi. Ia paling keras menentang menggunakan munasabah untuk menafsirkan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Quran. Ia mengatakan,
‘maka termasuk usaha yang tidak perlu dilakukan adalah mencari-cari hubungan di antara ayat-ayat dan surat-surat al-Quran.’ Karena menurutnya, “al-Quran dalam berbagai ayat yang
ditampilkannya hanya mengungkapkan hal-hal yang
bersifat prinsip (mabd’a) dan norma umum (kaidah) saja. Dengan demikian tidaklah pada tempatnya bila orang bersikeras dan memaksakan diri mencari korelasi (tanasub) antara ayat-ayat dan surat-surat yang bersifat tafshil lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-maknanya.
Mahmud Syaltut seorang ulama kontemporer, kurang setuju dengan analisis munasabah dan menolak menjadikan munasabah sebagai bagian dari ilmu-ilmu al-Quran. Ia tidak setuju dengan mufasir yang menggunakan munasabah untuk menafsirkan
al-Quran.
Di sisi lain
terdapat pendapat-pendapat tentang munasabah: tertib surah dan ayat:
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam al-qur’an adalah tauQifiy, artinya penetapan dari Rasul, Sementara tertib surah dalam
Al-Qur’an masih terjadi perbedaan pendapat.
Al-Qhurtubi
meriwayatkan pernyataan Ibn Ath-Thibb bahwa tertib surat Al-Quran di
perselisihkan, Dalam hal ini ada tiga golongan:
a. Tertib surat berdasarkan ijtihad para sahabat. Pendapat ini
diikuti oleh jumhur ulama seperti Imam Malik, Al-Qhadi Abu Bakr At-Thibb.
Beberapa alasan mereka adalah :
1. Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah
dalam Al-Quran.
2. Sahabat pernah mendengar Rasul membaca Al-Quran berbeda dengan
susunan surah sekarang, hal ini di buktikan dengan munculnya empat buah mushaf
dari kalangan sahabat yang berbeda susunannya antara yang satu dengan yang
lainnya. Yaitu mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas.
3. Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda ini menunjukkan
bahwa susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Rasul.
4. Alasan lain adalah riwayat Abu Muhammad Al-Quraysi bahwa Umar
memerintahkan agar mengurutkan surat At-Tiwal. Akan tetapi, riwayat ini diberi
catatan kaki oleh As-Sayuthi agar diteliti kembali.
b. Susunan surat berdasarkan petunjuk Rasulullah Saw (taukifi).
Di antara ulama yang yang
berpendapat demikian adalah Al-Qadhi Abu Bakr Al-Anbari, Ibn Hajar, Al-Zarkasyi
dan As-Sayuthi. Alasan yang dikemukakan sebagai berikut :
1.
Ijma’
sahabat terhadap mushaf Utsman. Ijma’ ini tak akan mungkin terjadi kecuali
kalau tertib itu tauqifiy, seandainya bersifat ijtihadiy, niscaya pemilik
mushaf lainnya akan berpegang teguh pada mushafnya.
2. Hadist tentang hijzb Al-Quran yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Dawud dari Huzaifah As-Syaqafi.
c. Tertib surat sebagian taukifi dan sebagian ijtihadiy. Di antara
yang berpendapat demikian adalah Al-Baihaqi. Menurutnya: “seluruh surat
susunannya berdasarkan tauqif Rasul
kecuali surat Baraah dan Al-Anfal.
Al-Qhadi Abu Muhammad Ibn Athiyah termasuk
golongan ini, Dan alasan Lainnya:
Ternyata tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi
sebagiannya diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para
sahabat. Adapun yang diberikan oleh Allah adalah misalnya surat Al-Baqarah,
At-Taubah, Ali Imran dll. Nama surah yang diberikan oleh Nabi adalah yang Nabi
sendiri menyebutkan surah tersebut, seperti surah Thaha dan Yasin. Oleh para
sahabat seperti Al-Baro’ah, yaitu surat yang di awali dengan lafal basmalah.
D. Urgensi
mengetahui munasabah dalam Al-Qur’an
Adapun urgensi mengetahui munasabah Al-qur’an,menrut az-zarkasyi ilmu
munasabah menjadikan kalam-kalam saling
menguatkan anntara satu dengan yang lainnya .
pengetahuan
tentang munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat
atau surah Al-qur’an secara utuh.
Mengenai hubungan antara suatu ayat / surah
dengan ayat / surah lain (sebelum
atau sesudahnya ), tidaklah kalah
pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya
hubungan antara ayat-ayat dan surah itu dapat pula membantu kita memahami
dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan. Ilmu al-Quran
mengenai masalah ini.
Untuk menjawab kritikan orang luar
(orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.
Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak,
antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik
antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan
yang lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap
kitab Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan.
Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah
ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat
yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan
betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.
2. Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan tingkat
kebalagahan bahasa Al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau
suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya,
bahwa al-Qur’an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi
Muhammad Saw. Karena itu Imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan
keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya,
sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang sering
berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat
dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan
hukum-hukum atau isi kandungannya.
Sementara Abu Bakar ibn al-Arabi menerangkan
bahwa kegunaan munasabah dapat ‘mengetahui sejauhmana hubungan antara ayat-ayat satu dengan yang
lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan
susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.
Rosihan Anwar menulis empat manpaat atau
urgensi mengetahui ilmu munasabah.
1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa
tema-tema al-Quran kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian
yang lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al-Quran, baik
antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan
yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab
al-Quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Quran dan
konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta penyesuaian
ayat/surat yang satu dari yang lain.
4. Dapat membantu menafsirkan ayat-ayat al-Quran setelah diketahui
hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
Sementara, Usman mencatat tiga kegunaan
atau urgensi mengetahui ilmu munasabah
itu:
1. Dari sisi balaghah, keterkaitan antara ayat dengan yat menjadikan
keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Quran, dan bila dipenggal maka
keserasian, kehalusan, dan keindahan kalimat ayng teruntai akan menjadi hilang.
2. Munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau
surat.
3. Sebagai ilmu kritis, munasabah akan sangan membantu seorang
mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
E. Metode atau cara mengetahui
munasabah Al-Qur’an.
Pengetahuan tentang munasabah bersipat
ijtihadi, artinya pengetahuan tentang itu ditentukan berdasarkan ijtihad para
ulama. Nabi tidak menetapkan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu tidak ada
kewajiban untuk mencari munasabah pada setiap ayat atau surah. Walaupun tidak
ada keharusan untuk menemukan munasabah, namun ada empat langkah yang perlu
diperhatikan bagi para peminat munasabah.
a. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi
objek pencarian.
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang
dibahas dalam surat.
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut, apakah ada hubungannya
atau tidak. Setelah kita memahami uraian-uraian ayat, maka kita mulai
menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut sehingga sampai pada kesimpulan
bahwa ayat atau surat ini mempunyai atau tidak mempunyai hubungan satu sama
lain.
Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya
memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
nggk menarik uaakk
BalasHapus