FAWATIHUS
SUWAR
A.
Pengertian
Fawatihus Suwar
Kata Fawatih
al-Suwar berasal dari bahasa Arab, sebuah kalimat yang terdiri dari
susunan dua kata, fawatih dan al-Suwar. Memahami ungkapan ini, sebaiknya
kita urai terlebih dahulu kepada pencarian makna kata perkata.
Kata فواتح yang berarti pembuka
adalah jamak Taksir dari (فاتحة),
yang mempunyai arti permulaan, pembukaan, dan pendahuluan. Sedangkan السور adalah jamak dari سورة yang secara etimologi mempunyai banyak arti, yaitu:
tingkatan atau martabat, tanda atau alamat, gedung yang tinggi nan indah,
susunan sesuatu atas lainnya yang bertingkat tingkat.
Secara terminologi surah dimaknai secara berbeda,
menurut Manna’ al-Qaththan bahwa surah adalah sekumpulan ayat ayat
al-Quran yang mempunyai tempat bermula dan sekaligus tempat berhenti.Sebaliknya
al-Ja’barimengatakan bahwa surah adalah sebagian al-Qur’an yang mencakup
beberapa ayat yang memiliki permulaan dan penghabisan (penutup), paling sedikit
tiga ayat.
Dari pengertian diatas maka dapat dipahami dari segi
makna fawatih al-suwar berarti pembuka-pembuka surah karena posisinya
yang mengawali perjalanaan teks-teks setiap surah.Sebahagian Ulama ada yang
mengidentikkan fawatih al-suwar dengan huruf al-muqatta'ah atau
huruf-huruf yang terpisah dalam al-Quran.Seperti misalnya, Manna' Khalil
al-Qaththan dalam bukunya" Mabahis Fi Ulum al-Quran". Namun bila diteliti lebih jauh, sesungguhnya
keduanya sama sekali berbeda. Sebab huruf al-muqatta'ah ini tidak
terdapat pada semua awal surah yang jumlahnya 114 dalam al-Qur'an. Ia tak lebih
hanya merupakan salah satu bagian dari beberapa bentuk "fawatih
al-Suwar " yang ada dalam al-Qur'an.
Menurut Ibn Abi al-Ishba`, istilah fawatih adalah
jenis-jenis perkataan yang membuka surah-surah dalam al-Qur’an. Jenis jenis
perkataan itu dibagi menjadi sepuluh, yaitu: Jumlah khabariyyah, Qasam, Syarat,
Perintah, Pertanyaan, Doa, Ta’lil, Pujian kepada Allah, Nida’,
dan yang terakhir huruf huruf tahajji (huruf-huruf muqatta’ah), atau
yang biasa disebut al- fawatih. Wallahu a'lam.
B.
Macam-Macam
Fawatihus Suwar
Menurut kajian yang dilakukan oleh Imam
al-Qasthalany, bahwa terdapat sepuluh macam bentuk fawatih al-suwar dalam al-Qur'an. Kesepuluh macam bentuk fawatih al-suwar tersebut sebagai berikut:
1. Istiftah bi al-Sana' (Pembukaan dengan
memakai pujian kepada Allah). Terdapat pada 14 surah, yang terbagi menjadi dua
yaitu:
1)
Isbat li sifat al-Madh (penetapan untuk sifat-sifat terpuji) seperti
lafadz tahmid alhamdlillah terdapat pada 5 surah (surah ke- (1), (6),
(18), (34), dan (35). dan
2)
Lafadz tabarak, terdapat pada dua surah
(surah ke- (25) dan (67).
2. Istiftah bi al-Huruf al-Muqatta'ah
(Pembukaan dengan memakai huruf huruf hijaiyyah yang terputus-putus). Pembukaan
seperti ini terdapat di 29 surat dalam al-Qur'an, yang disusun dalam 14
rangkaian huruf sebagai berikut:
1)
Terdiri dari satu huruf (Sad, Qaf,
dan Nun), terdapat pada tiga surah, yaitu: surah ke- 38, 60, dan
68.
2)
Terdiri dari dua huruf, terdapat pada sepuluh
surah. Tujuh surah diantaranya dinamakan haamim, karena surah-surah ini
dimulai dengan huruf « ha » dan « mim ». yaitusurah ke
(40), (41), (42), (43), (44), (45), (46). Tiga surah yang lainnya adalah surah
ke- (20) yang diawali dengan (طه), surah ke-27 yang diawali dengan طس dan
surah ke-28.(يس)Terdiri dari tiga huruf yang berjumlah tiga belas surah., yaitu
surah ke- (2), (3), (29), (30), (31), dan (32). Adapun lima surah. Yaitu surah
ke- (10), (11), (12), (14), (15). Dua buah surah lainnya yang diawali
dengan tiga huruf adalah surah ke-(26) dan (28).
3)
Terdiri dari empat huruf, yaitu surah al-A’raf
, dan surah al- Ra’ad Terdiri dari lima huruf, yaitu surah Maryam
(19)
3. Istiftah bi al-Nida' (Pembukaan dengan
memakai kata-kata panggilan atau seruan) yang terdapat pada 10 surah. Panggilan
ini ada dua macam, yaitu:
1)
Panggilan untuk Nabi terdapat pada surah
ke-(33), (65), (66), (73), (74).
2)
Panggilan untuk umat manusia terdapat pada
surah ke-(4), (5), (22), (49), (60).
4. Istiftah bi al-Jumal al-Khabariyyah
(Pembukaan dengan memakai kalimat berita). Adapun struktur kalimat berita yang
dipakai pada awal surat ada dua macam:
1)
Struktur Jumlah Ismiyah, yang menjadi
pembukaan 11 surah, yaitu surah ke- (9), (24), (39), (47), (48), (55), (69),
(71), (97), (101), (108).
2)
Jumlah Fi'liyah, yang menjadi pembuka 12 surah sebagai
berikut: surah ke-(8), (16), (21), (23), (54), (58), (70), (75), (80), (90),
(98), (102).
5. Istiftah bi al-Qasam (Pembukaan dengan
memakai kata-kata sumpah). Sumpah yang digunakan dalam al-Qur'an ada tiga
macam, yaitu:
1)
Sumpah dengan benda-benda angkasa, terdapat
pada 8 surah, yaitu: surah ke-(37), (53), (77), (79), (85), (86), (89), dan
(91).
2)
Sumpah dengan benda-benda yang ada di bumi,
terdapat pada 4 surah yaitu: surah ke- (51), (52), (95), (100).
3)
Sumpah dengan waktu, terdapat pada tiga surah,
yaitu surah ke- (92), (93), (103).
6.
Istiftah bi al-Syart (Pembukaan dengan memakai kata-kata syarat)
Pembukaan surat dengan menggunakan kata syarat
dapat dijumpai di 7 surat dalam al-Qur'an, yaitu surah ke- (56), (63), (81),
(82), (84), (99), (110)
7.
Istiftah bi al-Amr (Pembukaan dengan menggunakan kata kerja perintah)
Menurut penelitian para ahli, ada enam kata
kerja perintah yang dipakai dalam pembukaan al-Qur'an, yaitu: Qul, dan
Iqra'. Terdapat pada 6 surah, yaitu: surah ke- (72), (96), (109), (112),
(113), (114).
8. Istiftah bi al-Istifham (Pembukaan dengan
pertanyaan). Bentuk pertanyaan ini ada dua macam, yaitu:
1)
Pertanyaan positif, bentuk pertanyaan dengan
kalimat positif, terdapat pada 4 surah yaitu surah ke- (76), (78), (88),
(107).
2)
Pertanyaan negatif, bentuk pertanyaan dengan
kalimat negatif, terdapat pada dua surah yaitu surah ke-( 94), dan surah ke-
(105),
9. Istiftah bi al-Du'a' (Pembukaan dengan doa)
Pembukaan dengan doa ini terdapat dalam tiga surah, yaitu: surah
ke-(83), (104), (111)
10. Istiftah bi al-Ta'lil (Pembukaan dengan
alasan)
Pembukaan dengan alasan ini hanya terdapat dalam satu surat saja, yaitu
surah ke-(106).
C. Pendapat Ulama Tentang Fawatih al-Suwar.
Para
ulama salaf dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat yang terletak pada awal
surat berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut telah tersusun sejak azali
sedemikianrupa, melengkapi segala yang melemahkan manusia dan mendatangkan
seperti Al-Qur’an. Karena kehatian-hatiannya, mereka tidak berani member
penafsiran dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap huruf
itu.Dan mereka berkeyakinan bahwa Allah sendiri yang mengetahui tafsirannya.
Hal ini menjadi suatu kewajaran yang berlaku bagi ulama salaf karena dalam hal
teologi pun menolak terjun dalam pembahasan tentang hal-hal yang suci seperti
ungkapannya : “Istimewa Allah adalah cukup diketahui, hal ini harus kita
percayai, mempersoalkan hal itu adalah bid’ah”. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Asy-Sya’bi yang dikutip oleh Subhi Sholih menyatkaan “ Huruf awalan itu adalah
rahasia Al-Qur’an ”. Hal ini sebagaimana diperjelas dengan perkataan Ali bin
Abi Tholib.“Sesungguhnya bagi tiap-tiap kitabada saripatinya, saripati
Al-Qur’an iniadalah huruf-huruf Hijaiyah”. Abu Bakar Ash-Sidiq pernah berkata:
“ Di tiap-tiap kita ada rahasianya, rahasia dalam Al-Qu’anadalah
permulaan-permulaan surat”. Pendapat atau penafsiran para mufasir tentang
Fawaithus Suwar:
1.
Mufasir dari Kalangan Tasawuf.Ulamaa tasawuf
berpendapat bahwa fawatihus Suwar adalah huruf-huruf yang tepotong-potong yang
masing-masing diambil darinama Allah, atau yang tiap-tiap hurufnya merupakan
penggantian darisuatu kalimat yang berhubungan denganyang sesudahnya atau
hurufitu menunjukkan kepada maksud yang dikandung oleh surah yang surah itu
dimulai dengan huruf-huruf yang terpotong-potong itu.
2.
Mufasir Orientalis Pendapat yang palinng jauh menyimpang
dari kebenaran adalah dari seorangorientalis yang bernama Noldeke dari Jerman,
yang kemudian dikoreksi, bahwa awalan surat itu tidak lain adalah huruf depan
dan huruf belakang dari nama-namapara sahabat Nabi. Misalnya: Huruf Sin adalah
dari nama Sa’ad Bin Abi Waqosh,Mim adalah huruf depan dari nama Al-Mughiroah,
huruf nun adalah dari namaUsman Bin Affan.
3.
Al-KhuwaibiAl-Khuwaibi mengatakan bahwa kalimat- kalimat
itu merupakan tasbih bagi Nabi.Mungkin ada suatu waktu Nabi berada dalam keadaan
sibuk dan lain sebagainya.
4.
Rasyid RidhaAs-sayyid menurut rasyid ridha tidak
membenarkan al-quwaibi diatas, karena nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan
senantiasa menanti kedatangan wahyu.Rasyid ridha berpendapat sesuai dengan
ar-Razi bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang musyrik
mekkah dan ahli kitab madinah. Karena
orang-orang kafir apabila nabi membaca al-Qur’an mereka satu sama
lainmenganjurkan untuk tidak mendengarkannya, seperti dijelaskan dalam
suratfushilat ayat 26.
5.
Mufasir Dari Kalangan Syi’ah, Kelompok syi’ah berpendapat bahwa jika
huruf-huruf awalah itu dikumpulkansetelah dihapus ulangan-ulangannya maka akan
berarti : “Jalan Ali adalahkebenaran yang kita pegang teguh”. Perwakilan itu
kemudian dijawab olehkelompok Ahlul Sunnnah, dan jawabannya berdasarkan
pengertian yang merekaperoleh dari huruf-huruf awalan itu yang juga dihapus di
ulangan-ulangannya dengan mengatakan “Benarlah jalanmu bersama kaum Ahlu
Sunnah”.Dari pendapat para ahli tentang Fawatihus Suwar, dapat dilihat bahwa
pentakwilan sebuah ayat sangat banyak macamnya. Hal ini boleh jadi didasari
oleh pendidikandan ilmu-ilmu yang dimilikinya serta kecenderungan mereka
mengkaji Al-Qur’an secara lebih luas.
D. Manfaat Fawatihus Suwar
Fawatihus
SuwarAl-Qur’an memiliki banyak keistimewaan dari segi makna dan
kebahasaan.Fawatihus suwar merupakan salah satu realitas keistimewaan misterius
yang terdapat di dalam Al_Qur’an . Pemaparan tentang fawatihus Suwar, khusunya
menyangkut Al-Huruf Al Muqotta’ah, tidak banyak bahkan hampir tidak ada yang
berhasil mengungkapkan latar belakang ataupun keterangan yang valid yangsecara
historis bisa membuktikn hubungan-hubungan fawaitus suwar.Dari segimakna,
memang banyak sekali penafsiran-penafsiran spekulatif terhadap huruf-huruf
itu.Dikatakan spekulatif, karena penafsiran-penafsiran mengenai hal itu tidak
didahului pengungkapan konteks historisnya. Lain halnya dengan Fawatihus Suwar
dalam bentuk lain misalnya Al Qosam (sumpah), An Nida’ (seruan), Al Amr
(perintah),Al Istifham (pertanyaan) dan lain-lain.Urgensi terhadap fawatihus suwar tidak terlepas dari
konteks penafsiran Al-Qur’an. Pengggalian-penggalian makna yang terlebih
dahulu akan memberikan nuansa tersendiri,
baik yang didasarkan pada data historisyang konkrit ataupun penafsiran yang
menduga-duga. Lebih dari itu tentu saja kitatetap meyakini eksistensi
Al-Qur’an, kebesarannya, keagungannya, juga rahasiakemu’jizatannya. Adapun
beberapa manfaat fawatihus suwar:
1) Sebagai Tanbih ( peringatan ) dan dapat
memberikan perhatian baik bagi nabi,maupun umatnya dan dapat menjadi pedoman
bagi kehidupan ini.
2) Sebagai pengetahuan bagi kita yang senantiasa
mengkajinya bahwa dalamfawatih as-suwar banyak sekali hal-hal yang mengandung
rahasia - rahasia Allahyang kita tidak dapat mengetahuinya,
3) Sebagai motivasi untuk selalu mancari ilmu dan
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar